Monday, November 24, 2008

dah mulai dingin...

Sekarang sih resminya masih Herbst alias musim gugur, tapi ternyata ga berlaku buat si angin, hujan, salju atau si dingin yang menggigit. Akhir minggu lalu mulai diberitain kalau kita siap-siap menghadapi kedatangan si Winter yang bakalan disertai dengan perubahan yang drastis alias kemungkinan besar pakai badai salju segala. Kayanya sih, kali ini lebih dingin dari tahun lalu, secara tahun lalu hangat bo, saljunya turun deket natal alias akhir Desember-Januari, paling cuma becek hujan, udah gitu juga ga tahan lama, sehari-dua hari dah lumer. Nah, ini di Karlsruhe loh, daerah hangat di Jerman, bulan November mulai saljuan? Tahun lalu juga buat ketemu salju, kita sampe naik ke daerah atas, deket Schwarzwald - Black Forrest. Sekarang tanpa naik ke atas pun dah putih semua... Bener-bener deh perubahan klima. Berarti mesti siap perlengkapan musim dingin yang canggih nih...

Thursday, November 13, 2008

Saat yang enak buat bayar puasa:

Waktu sholat lokal (13.11.2008):
Subuh 05:45
Maghrib 16:48
Isya 18:32

Cuaca kadang mendung kadang cerah, yang jelas dingiin... ^_^

"Die Kleine hat die ganze Zeit geweint.." (PART II)

Masih inget ceritaku tentang Bapak gendut yang komentar kalau rana malem suka nangis? Tepatnya sih di blog-nya rana. Yah, tadi pagi aku dan rana waktu pulang jalan-jalan ketemu sama Oom Gondrong. Kalau ini apartemennya berseberangan dengan apartemen kami. Dia orangnya ramah, ceweknya pun ramah. Waktu kita ketemu di parkiran sepeda, dia nanya apa kabar, terus dia bilang, si rana suka nangis ya, kl malem. "Lagi tumbuh gigi?" tebaknya. Berhubung arahnya ke komentar seperti si Bapak gendut, aku langsung aja bilang, "Iya, banyak. Ada empat sekaligus. Jadinya sakit banget!" Hahaha... boong sih, tapi ga banget kok, soalnya tanda2 gusi mulai putih paling enggak emang ada 4 lagi. Terus aku sekalian bilang, soalnya lagi dipisah dari botol dotnya, jadinya susah banget. "Oo iya, emang. Saya bisa bayangin. Cuma, saya sedih aja kalau denger dia nangis..." katanya lagi. Oalah Oom, segitu pedulinya. Makasih deh... Terus aku bilang aja lagi, "emang jadi bayi itu ga gampang...!" "Iya, apalagi jadi orang tuanya. Pasti capek banget..." komentarnya. Baik sih emang, tapi daleemmm boooo.... secara dia nyempet2in nyapa dan datengin kita di parkiran. Hhm, tapi jangan-jangan dia juga ngecek kita, dengan dugaan child abuse? Disini sih lagi trend tuh. Iiih, amit-amit deh. Enggak kok Oom, we're fine! Ah, jadi banyak prasangka gini sih yang muncul. Yang jelas Oom, kalau kita punya rejeki lebih dan masa depan dah jelas, pastilah kita juga mau pindah, keluar dari rumah yang sangat mungil ini. (Amin...)

Wednesday, November 12, 2008

Sie oder Du?

Seperti di Indonesia, di Jerman pun ada penggunaan kata "Anda" dalam perbincagan, yaitu dengan "Siezen". Kalau di Indonesia (secara bahasa ibu sendiri) sepertinya bisa lebih luwes karena ditambah dengan panggilan supaya lebih akrab "Mbak Rini", "Bu Eka", atau "Pak Gun", dll, (atau emang aku sok akrab? hehehe). Nah di Jerman ga seperti itu. Standar lah, cuma bisa "Frau" atau "Herr" yang disertai dengan nama belakang. "Siezen" mengisyaratkan jarak-tingkat yang muncul diantara yang ngobrol, yang artinya dua orang atau lebih itu tidak terlalu kenal alias sebatas hubungan profesi, dengan klien, dosen dengan mahasiswa atau orang yang baru kenalan. "Duzen" dipakai kalau orang-orangnya sudah saling kenal baik, teman sekelas atau kuliah, teman kerja, sahabat dan buat anak kecil. Biasanya aku senang sekali kalau kita boleh "Duzen" sama temen atau kenalan Jerman, kan artinya hubungan kami lebih dekat bukan? Jarang-jarang gitu loh, bisa akrab sama orang Jerman... Secara mereka lebih terbuka kalau lagi minum-minum di bar. Susah kan?

Ini jadi lucu kalau lagi nonton film. Kalau di Jerman, semua film yang berbahasa asing non Jerman, harus di-dubbing dulu sebelum tayang di tivi atau bioskop. Nah, film berbahasa Inggris yang cuma pakai istilah "you" tidak mengenal struktur "Sie" jadi harus disesuaikan. Nah, giliran ada film yang bercerita tentang kisah cinta misalnya dari klien sampai jadi pacar, mulai keluar ribetnya. Yang tadinya gampang "I love you" jadi "Ich liebe Sie" artinya "Saya cinta Anda". Kok, rasanya aneh ya? Nggak persönlich atau intimate banget gitu. Nah, biasanya berubah jadi "Du" kalau mereka sudah ciuman atau bobo bareng. Tiba-tiba aja "Ich liebe Dich". Hehehe... repot. Oiya, kalau di email, cara nulisnya pun beda. Sie harus huruf besar, tapi ada juga Du yang perlu ditulis pakai huruf besar, yang berarti hormat atau hubungan kami ga sedekat itu. Nah, du bisa ditulis huruf kecil kalau dah sohib banget deh.

Pernah loh, aku dan temenku Ana mengalami kesalahpahaman dengan dosen di kampus. Waktu itu aku dan Ana ambil kuliah Stadtplanung. Kebetulan ada salah satu karyawan alias dosen di institut yang lagi doktoran ikut ambil mata kuliah itu. Jadi dong, harusnya kita selevel, sama-sama jadi mahasiswa dalam kuliah itu. Nah, dia bilang ke kami berdua, supaya kita bisa ngobrol dengan "Duzen" aja, ga perlu panggil Sie atau Herr X. Hah loh, gimana bisa? Lha wong kami berdua masih ikut mata kuliah dia juga pada semester yang sama, berarti kan dia tetep dosen kita, bukan Komillitonen alias temen kuliah. Kebayang ga, kan ga enak sama mahasiswa yang lain, masa kami berdua "Duzen" dan yang lain harus "Siezen"? Akhirnya setelah aku berembuk dengan Ana, kami memutuskan tetap menggunakan "Siezen". Singkat kata si Herr X agak tersinggung. Udah ditawarin kok jadi "Duzen" malah tetep "Siezen"?!! Kan sebuah kehormatan buat kami bisa dianggap jadi temen?! Untungnya si Ana bisa jelasin ke dia, maksud kita baik, supaya tetep fair aja. Jadi sampai sekarang, teteplah kita "Siezen".

Cerita lain adalah waktu aku kerja di Cafe sejak 6 bulan yang lalu. Orang Jerman emang unik! Ternyata ga semua bos bisa diajak ngobrol dengan "Duzen" seperti bosnya Guntur, si Mama Ana yang orang Itali. Bosku ini tulen orang Jerman. Nah, kesimpulannya, aku dengan bos-bosku itu ber-"Siezen". It's okay, lagipula itu berlaku ke semua pegawai Cafe itu, bukan cuma aku yang notabene cuma kerja di dapurnya. Hubunganku dengan pegawai yang lainpun bisa dibilang lumayan baiklah, walaupun bukan tanpa friksi (kadang kalau order lagi banyak, para pelayan itu kadang suka reseh, marah-marah nyuruh-nyuruh ga jelas dan bikin BT. Tapi kalau lagi sepi bisa ramah dan baik hati sekaliiiii). Dengan sebagian besar teman kerja, aku ber"Duzen". Hanya kepada dua orang aku ber"Siezen". Alasan: karena maunya begitu, karena ada satu orang yang sangat senior alias dah pensiunan. Walaupun begitu, hubunganku dengan mereka berdua jauh lebih baik dan harmonis, dibanding dengan kawan lain yang ber"Duzen". Dengan adanya jarak antara aku dan dua orang itu, kami malah saling menghargai satu sama lain, lebih dari yang ber-aku-kamu. Sama halnya dengan bos-bosku itu. Mereka baik sekali. Walaupun Anda-Saya, tapi tetap mereka ramah dan berusaha akrab. Dengan menggunakan "Siezen" garis hubungan yang ditarik lebih jelas, aku karyawan mereka bos. Otomasti dengan menggunakan "Siezen" bahasa yang dipakai lebih jelas dan sopan. Jadi lebih no offense kalaupun ditegur. Kebayang kalau ada yang bilang, "Eh, kamu/loe.. keringin sendoknya yang bener dong! Diliat dulu!!" Beda dengan "Rini, tolong waktu Anda bersihin sendok, lebih bersih ya..." ditambah senyum lagi. Mana yang lebih enak? Kok, aku berasa kalau udah ber-aku-kamu, jadi diperlakukan seperti taken for granted ya?
.
Yah, mungkin ini perasaan Jeng Rini saja, yang sensitif, sering masuk ke hati. Apalagi kalau lagi bete. Hehehe... Yang jelas, mungkin aku lebih memahami, kalau orang ber"Siezen" bukan berarti dia menjauhkan atau memberi jarak sama aku. Tapi karena penghormatan. Buat apa dipanggi loe-gue atau aku-kamu kalau ga dihargai? Yah, namanya hidup di negeri orang, berusahalah aku untuk memahami karakter orang disini. Ga usah sensi deh. Don't worry, be happy... ^_^

Tuesday, November 11, 2008

berhasil - soto mie & pempek2an

Hehehe... mulai dingin nih, jadinya sering laper. Kemaren coba-coba bikin soto mie. Wuih, nyam nyam buat sarapan!! Bedanya sama soto mie di Kantek (Kantin Teknik UI), soto mie ini ga pake ngendal (ituloh, lengket-lengket di mulut gara-gara lemak). Resepnya diambil dari resepnya Mba Riana, uenak loh! Udah gitu bumbunya juga ga repot (soalnya minim sumber daya bumbu & bahan asia). Hasilnya?

(Soto Mie di Minggu pagi - judulnya garing ya?)
.
Sedapnyaaa... (kaya komentar Upin & Ipin kalau liat makanan enak). Selain itu coba bikin pempek2an ala Fatmah & Niero. Ga tau sih, kalau udah pernah ada yang posting. Tapi yang ini gampang dan cepat. Adonannya kaya bikin bala-bala alias bakwan, cuma isinya diganti sama daun bawang & bakso ikan, plus sedikit bawang putih bubuk. Rasanya? Kalau dimakan sambil dihayati (merem gitu), enak juga kok! Mirip pempek palembang deh. Heheheh... Tinggal bikin kuahnya aja: gula jawa, garem, gula, bawang putih, sama cuka. Nyam-nyam! (Kali ini ga sempet difoto, soalnya keburu abiss).

mulai dingin...

(Mengabadikan suasana musim gugur di Schloßplatz 2008)

Gile... aku keliatan gendut banget ya? Sebel banget. Tapi suwer deh, itu gara-gara model jaketnya, ditambah lagi baju berlapis-lapis (3 lapis). Benerrr deh...