Wednesday, November 12, 2008

Sie oder Du?

Seperti di Indonesia, di Jerman pun ada penggunaan kata "Anda" dalam perbincagan, yaitu dengan "Siezen". Kalau di Indonesia (secara bahasa ibu sendiri) sepertinya bisa lebih luwes karena ditambah dengan panggilan supaya lebih akrab "Mbak Rini", "Bu Eka", atau "Pak Gun", dll, (atau emang aku sok akrab? hehehe). Nah di Jerman ga seperti itu. Standar lah, cuma bisa "Frau" atau "Herr" yang disertai dengan nama belakang. "Siezen" mengisyaratkan jarak-tingkat yang muncul diantara yang ngobrol, yang artinya dua orang atau lebih itu tidak terlalu kenal alias sebatas hubungan profesi, dengan klien, dosen dengan mahasiswa atau orang yang baru kenalan. "Duzen" dipakai kalau orang-orangnya sudah saling kenal baik, teman sekelas atau kuliah, teman kerja, sahabat dan buat anak kecil. Biasanya aku senang sekali kalau kita boleh "Duzen" sama temen atau kenalan Jerman, kan artinya hubungan kami lebih dekat bukan? Jarang-jarang gitu loh, bisa akrab sama orang Jerman... Secara mereka lebih terbuka kalau lagi minum-minum di bar. Susah kan?

Ini jadi lucu kalau lagi nonton film. Kalau di Jerman, semua film yang berbahasa asing non Jerman, harus di-dubbing dulu sebelum tayang di tivi atau bioskop. Nah, film berbahasa Inggris yang cuma pakai istilah "you" tidak mengenal struktur "Sie" jadi harus disesuaikan. Nah, giliran ada film yang bercerita tentang kisah cinta misalnya dari klien sampai jadi pacar, mulai keluar ribetnya. Yang tadinya gampang "I love you" jadi "Ich liebe Sie" artinya "Saya cinta Anda". Kok, rasanya aneh ya? Nggak persönlich atau intimate banget gitu. Nah, biasanya berubah jadi "Du" kalau mereka sudah ciuman atau bobo bareng. Tiba-tiba aja "Ich liebe Dich". Hehehe... repot. Oiya, kalau di email, cara nulisnya pun beda. Sie harus huruf besar, tapi ada juga Du yang perlu ditulis pakai huruf besar, yang berarti hormat atau hubungan kami ga sedekat itu. Nah, du bisa ditulis huruf kecil kalau dah sohib banget deh.

Pernah loh, aku dan temenku Ana mengalami kesalahpahaman dengan dosen di kampus. Waktu itu aku dan Ana ambil kuliah Stadtplanung. Kebetulan ada salah satu karyawan alias dosen di institut yang lagi doktoran ikut ambil mata kuliah itu. Jadi dong, harusnya kita selevel, sama-sama jadi mahasiswa dalam kuliah itu. Nah, dia bilang ke kami berdua, supaya kita bisa ngobrol dengan "Duzen" aja, ga perlu panggil Sie atau Herr X. Hah loh, gimana bisa? Lha wong kami berdua masih ikut mata kuliah dia juga pada semester yang sama, berarti kan dia tetep dosen kita, bukan Komillitonen alias temen kuliah. Kebayang ga, kan ga enak sama mahasiswa yang lain, masa kami berdua "Duzen" dan yang lain harus "Siezen"? Akhirnya setelah aku berembuk dengan Ana, kami memutuskan tetap menggunakan "Siezen". Singkat kata si Herr X agak tersinggung. Udah ditawarin kok jadi "Duzen" malah tetep "Siezen"?!! Kan sebuah kehormatan buat kami bisa dianggap jadi temen?! Untungnya si Ana bisa jelasin ke dia, maksud kita baik, supaya tetep fair aja. Jadi sampai sekarang, teteplah kita "Siezen".

Cerita lain adalah waktu aku kerja di Cafe sejak 6 bulan yang lalu. Orang Jerman emang unik! Ternyata ga semua bos bisa diajak ngobrol dengan "Duzen" seperti bosnya Guntur, si Mama Ana yang orang Itali. Bosku ini tulen orang Jerman. Nah, kesimpulannya, aku dengan bos-bosku itu ber-"Siezen". It's okay, lagipula itu berlaku ke semua pegawai Cafe itu, bukan cuma aku yang notabene cuma kerja di dapurnya. Hubunganku dengan pegawai yang lainpun bisa dibilang lumayan baiklah, walaupun bukan tanpa friksi (kadang kalau order lagi banyak, para pelayan itu kadang suka reseh, marah-marah nyuruh-nyuruh ga jelas dan bikin BT. Tapi kalau lagi sepi bisa ramah dan baik hati sekaliiiii). Dengan sebagian besar teman kerja, aku ber"Duzen". Hanya kepada dua orang aku ber"Siezen". Alasan: karena maunya begitu, karena ada satu orang yang sangat senior alias dah pensiunan. Walaupun begitu, hubunganku dengan mereka berdua jauh lebih baik dan harmonis, dibanding dengan kawan lain yang ber"Duzen". Dengan adanya jarak antara aku dan dua orang itu, kami malah saling menghargai satu sama lain, lebih dari yang ber-aku-kamu. Sama halnya dengan bos-bosku itu. Mereka baik sekali. Walaupun Anda-Saya, tapi tetap mereka ramah dan berusaha akrab. Dengan menggunakan "Siezen" garis hubungan yang ditarik lebih jelas, aku karyawan mereka bos. Otomasti dengan menggunakan "Siezen" bahasa yang dipakai lebih jelas dan sopan. Jadi lebih no offense kalaupun ditegur. Kebayang kalau ada yang bilang, "Eh, kamu/loe.. keringin sendoknya yang bener dong! Diliat dulu!!" Beda dengan "Rini, tolong waktu Anda bersihin sendok, lebih bersih ya..." ditambah senyum lagi. Mana yang lebih enak? Kok, aku berasa kalau udah ber-aku-kamu, jadi diperlakukan seperti taken for granted ya?
.
Yah, mungkin ini perasaan Jeng Rini saja, yang sensitif, sering masuk ke hati. Apalagi kalau lagi bete. Hehehe... Yang jelas, mungkin aku lebih memahami, kalau orang ber"Siezen" bukan berarti dia menjauhkan atau memberi jarak sama aku. Tapi karena penghormatan. Buat apa dipanggi loe-gue atau aku-kamu kalau ga dihargai? Yah, namanya hidup di negeri orang, berusahalah aku untuk memahami karakter orang disini. Ga usah sensi deh. Don't worry, be happy... ^_^

4 comments:

Anonymous said...

halah...mbingungi buanget seeeh buahasa juerman itu...kalo komm gibb me deine hand itu apa artinya mbak rin? ada anda-andanya nggak?

tulisan "anda" kalo di njowo itu bacanya ondo...jadinya tangga. haduh nggak keruan....mblukuthuk!!!

maap gua nyampah......

rini.suryantini said...

wekekek... emberr!!! hah, lo itu drmana so, kan artinya jorok.. heheh nda ding, itu mah artinya: ayo, kasih saya tangan kamu... ah, so kapan lagi bs nyampah?! mumpung gituh loh

Anonymous said...

ribet ya, tp klo dah biasa ga ketuker2 kale ya?

btw, nice hairdo... =) =) new?

rini.suryantini said...

hahaha... u got it, koh! just for a month ago...