Wednesday, July 9, 2008

ke luar kota (1)

(Nongkrong di Bahhof)


Sesuai janjiku ke Mba Uli, aku dan rana pergi ke Riedstadt (Leeheim) hari Sabtu pagi. Rencana mau ketemu Bude dan Pakde Simanungkalit, orang tua Mba Uli, yang lagi berlibur di Jerman. Sebenarnya aku males banget pergi cuma berdua keluar kota tanpa Guntur, tapi bagaimana lagi, daripada ditunda-tunda terus dan malah nggak jadi-jadi. Guntur akhir minggu itu lagi sibuk ngerjain PRnya yang harus dikumpul Selasa. Kalaupun pergi, itu juga karena terpaksa. Macam aku pulang tahun lalu ke Indonesia cuma berdua sama rana yang usianya baru 4 bulan. Kebayang ga sih? Sebenernya sih nggak papa juga, tapi kalau anaknya model yang lincah dan ramai bisa heboh satu pesawat. Belum lagi kalau harus makan, harus ke WC, harus ganti popok, dll dll. Capeknya itu loh! Akhirnya sih sampai juga, lha wong pake niat sekali. Hehehhe...
.
Hari itu, Sabtu, 5 Juli, aku dan rana berangkat dari Karlsruhe-Durlach ke Mannheim dulu, lalu ambil kereta ke arah Frankfurt dan turun di Riedstadt-Goddelau, kota yang paling dekat dari rumah Mba Uli di Leeheim. Berangkat naik kereta jam 09.33 sampai di Goddelau jam 11.28. Yah, sekitar kurang dari 2 jam lah. Kalau naik kereta di Jerman memang lebih enak dan nyaman daripada naik kereta di Indonesia. Yah, kereta yang kunaiki ini mirip KRL Pakuan kelas bisnis lah.
.
Di kereta Jerman selalu ada tempat untuk orang yang diffable orang yang bawa kereta bayi, dan orang yang bawa sepeda. Tapi untuk tahu tempatnya di rangkaian gerbong kereta perlu berkali-kali. Nah, kali ini aku dah tau dimana gerbong itu, biasanya di kereta DBahn yang cukup baru letaknya paling depan (belakang lokomotif) atau gerbong rangkaian paling belakang. Itu juga kadang mesti kuat bertahan (baca: siap-siap berantem) dari orang-orang yang nggak tau diri atau pura-pura nggak tahu. Kalau kereta model lama, tempat-tempat itu selalu ada di tiap gerbong satu tempat duduk yang bisa diangkat, jadi kereta bayi bisa parkir disitu. Tapi kekurangannya naik ke keretanya selalu butuh bantuan, karena pintu masuknya sempit dan selalu berundak, karena keretanya lebih tinggi dari peron - kaya kereta di Indonesia. Jadi siap-siap nangkring di tempat dimana ada orang yang juga nunggu kereta. Untungnya orang disini relatif selalu siap sedia bantuin orang yang butuh pertolongan, seperti aku yang bawa kereta bayi sendirian.
.
Perjalanan berjalan alhamdulillah relatif lancar. Rana mulai ngantuk ditengah perjalanan, jadi aku bisa lebih tenang. Aku sih dah siap-siap bawa peralatan tempur, kalau-kalau rana bosen di jalan. Sebelum rana pengen jalan-jalan di kereta, yang mana bikin aku cape ngikutin dan megangin karena kereta suka oleng dikit, aku biasanya keluarin buku cerita atau mainan. Kalau ga berhasil keluarin makanan atau minuman. Kali itu rana ga perlu terlalu banyak makanan atau minum, cukup anggur aja. Turun di Mannheim aku langsung ke peron berikutnya. Lagi-lagi disini tersedia fasilitas buat orang yang terbatas untuk naik turun dan pindah peron tanpa pertolongan orang lain, antara lain pake lift atau kadang pake ramp (yang ini aku sebel banget, soalnya sering rampnya terlalu curam, sempit dan pendek, maksa banget, yang akhirnya tetep butuh bantuan orang juga).
.
Akhirnya sampai di Goddelau, aku ketemu Mba Uli. On time. Pas turun aku dibantu suami istri yang kebetulan bawa kereta bayi juga, jadi dia senasib juga. Di Jerman ini verboten alias dilarang bawa anak kecil di mobil kalau tanpa kindersitz alias tempat duduk bayi. Karena Mba Uli dah nggak punya lagi dan aku nggak bawa pula, akhirnya rana aku pangku duduk di belakang. Mungkin karena kota kecil, jadinya nggak terlalu khawatir ketauan polisi. Heheheh... Lima menit perjalanan dengan mobil, akhirnya kami sampai di rumah Mba Uli deh...

1 comment:

Anonymous said...

disini rana mirip ma rini.hehe..

wah, disana RAMPU*nya sempit ya?

(*ramp versi pak Kuncoro)